/* Start Menu Vertikal*/
SITI HALWAH Kelas XI IPA 1. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Alasan-alasan Keren Mengapa Aku Jatuh Cinta Pada FLP


Forum Lingkar Pena

Menyukai dunia literasi tidaklah cukup hanya dengan menggelutinya seorang diri saja. Kamu juga perlu bergabung dan terhubung dengan orang-orang yang menyukai hal sama denganmu. Ia bisa diwujudkan dalam bentuk organisasi maupun sebuah komunitas.

Bagiku, mencintai dunia literasi merupakan tantangan tersendiri. Hidup di sebuah pelosok desa yang notabene jauh dari hiruk pikuk dunia—termasuk buku-buku, membuatku harus rela hanya bertemu buku-buku usang dari perpustakaan sekolah. Kadang, dengan sedikit keberanian aku memilih menggunting kertas-kertas berisi cerita atau artikel yang menjadi pembungkus cabai, hasil dari sampah milik ibuku yang ia buang sepulangnya dari pasar.

Jatuh cinta berarti harus berkorban, kan?

Ya, aku mengorbankan rasa malasku lalu memanfaatkannya untuk mengikis habis rasa menyerah. Aku berusaha, belajar lebih tekun untuk dapat sekolah dan melanjutkan kuliah. Nah, di sinilah aku mulai bertemu beragam hal-hal baru, khususnya dengan FLP.

Bermula dari perkenalanku dengan Mbak Ani, ketua FLP cabang Bangkalan saat itu di sebuah organisasi kampus. Kami bertukar sapa, bercengkerama hingga obrolan pun sampai pada hobi kami yang juga sama: jatuh cinta pada dunia literasi.

Beliau menjelaskan, bahwa Forum Lingkar Pena di Bangkalan masih tergolong baru. Sebagian besar anggotanya adalah para mahasiswa baik tingkat awal maupun akhir. Mereka bergabung untuk saling berbagi wawasaan seputar dunia literasi.

Selama hampir empat tahun menjadi anggotanya sekaligus untukmerayakan hari jadinya FLP yang ke 22, kali ini aku akan membagikan beragam alasan keren mengapa aku jatuh cinta pada FLP.

Literasi yang Santun

Aku adalah mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Tugas-tugas kuliah membuatku harus berhubungan dengan novel-novel dari beragam genre. Awalnya, tentu saja aku suka. Ini semacam keajaiban untuk memuaskan rasa hausku akan dunia literasi.

Namun, lama-lama aku justru mulai jengah. Sebagian besar tema maupun isi cerita biasanya berhubungan dengan seks—minimal sedikit menyinggungnya. Memang tidak semuanya, tetapi pilihan novel-novel yang lain pun juga tidak jauh lebih baik.

Mungkin karena itulah, aku memutuskan untuk beralih ke beberapa novel romansa semi religi, atau novel yang sama sekali tidak mengandung unsur seksualitas. Sebut saja karya Asma Nadia, Tere Liye, Habiburrahman, dll.

Sebagian besar novel mereka begitu memukau. Berisi problematika kehidupan yang dibangun atas dasar bahasa yang santun. Hal tersebut tentu jarang dijumpai di novel-novel sastra lainnya. Selain itu, kehadiran mereka juga seolah menjadi oase bagi orang-orang yang merindukan bacaan yang tidak hanya bermakna, namun juga dikisahkan dengan bahasa yang santun nan memukau.

Komunitas Bersinergi

Bersinergi berarti saling menggiatkan satu sama lain. Nah, mengapa aku jatuh cinta karena alasan ini?
Mudah saja. Menurutku, selama bergabung (yang baru seumur jagung ini) dengan FLP, dapat merasakan banyak manfaatnya. Tidak hanya dari anggota di daerah Bangkalan saja, namun juga di wilayah Jatim hingga di pusatnya, Jakarta.

FLP saling terhubung satu sama lain. Tidak hanya berbagi tentang dunia literasi, namun juga seringnya aksi kemanusiaan untuk membantu sesamanya. Komunitasmu gini juga, ndak?

Beragam Variasi Aktivitas

FLP di daerahku memiliki banyak aktivitas. Meskipun anggotanya sebagian besar adalah mahasiswa yang super sibuk, namun kami masih menyempatkan waktu untuk mengkaji literasi setiap minggu.

Kadang, diawali dengan bedah buku, diskusi mengenai tema-tema yang happening seputar literasi ataupun kegiatan semi formal seperti kelas-kelas menulis, dll. Semuanya tentu sangat menyenangkan bagi anak kampung yang mendadak bertemu dengan habitat impiannya ini.

Coretan di sesi motivasi menulis

Selain kegiatan di FLP cabang Bangkalan, ada keistimewaan lain yang diterima oleh setiap anggota FLP yang ber-NRA (memiliki kartu anggota), yaitu dapat terhubung dengan WAG (WhatsApp Group) FLP wilayah masing-masing. Contohnya kayak aku yang berdomisili di Bangkalan, otomatis akan terhubung dengan FLP wilayah Jawa Timur.

Nah, di grup-grup diskusi semacam inilah, duniaku seolah semakin melebar. Di sana, kutemui banyak sekali penulis-penulis berbakat yang karyanya tidak hanya tembus ke penerbit mayor, namun juga lolos hingga ke internasional. Bahkan, ada yang bolak-balik jalan-jalan gratis ke luar negeri berkat tulisannya.

Oh ya, selain sebagai tempat berbagi pengalaman dan event lomba, grup-grup diskusi tersebut juga sebagai tempat untuk kegiatan rutin setiap minggu yang biasanya mengkaji seputar dunia literasi. Beragam tema akan ditampilkan, seperti; cara mudah menulis resensi, cara menulis cerpen, kiat-kiat menulis untuk tembus ke media, dll.

Acara-acara Kece

Oke, alasan ini memang yang paling membuatku jatuh cinta!

Acara-acara di FLP itu keren banget, apalagi di tingkat wilayah dan nasional. Mulai dari writing camp, hingga ke Munas (Musyawarah Nasional). Lokasi yang dipilih itu, lho, membuatku yang jarang ke luar pulau ini mendadak bisa melihat indahnya alam Indonesia.

Writing Camp di Gucialit

Salah satu yang paling mengena adalah Writing Camp di Gucialit, Lumajang. Di sana, untuk pertama kalinya aku bertemu dengan para penulis hebat, salah satunya Bunda Sintha Yudisia. Kegiatannya juga asyik. Selama tiga hari penuh kegiatan diisi untuk lebih mendekatkan dengan dunia literasi. Kami diajarkan berbagai trik dan tip menulis serta cara untuk membentuk diri menjadi penulis yang profesional. Kece, kan?

Pokoknya Cinta!

Pokoknya aku jatuh cinta!

Kalau kamu nggak percaya, cobalah untuk bergabung dengan FLP di daerahmu. Fyi, FLP ada hampir di setiap daerah di Indonesia, bahkan ada tingkat rantingnya juga, lho. Jadi, nggak usah takut karena nggak menemukan komunitas ini. Pasti adadi sekitarmu!

happy yaumul milad ke 22th FLP

Kerennya lagi, sekali kamu bergabung dengan FLP, akan ada banyak informasi yang kamu dapatkan. Senior-senior di FLP nggak pernah pelit berbagi informasi untuk meningkatkan produktivitas anggotanya.

Cinta, deh!

Catatan:
"Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti lomba blog dari Blogger FLP pada rangkaian Milad FLP 22Th"

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Surat Cinta Jilid II



Penuh cinta dalam satu sesi seusai kelas

Assalamulaikum, ibu.

Bagaimana kabarnya, lama tak bersua. Saya baik-baik saja, semoga ibu juga. Oh ya, selamat menempuh hidup baru. Sakinah, mawaddah wa rahmah. Saya tidak mengenal suami ibu, tapi saya percaya, perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik pula. Ibu adalah perempuan yang baik, saya yakin suami ibu pun juga. Semoga dikaruniai keturunan yang shalih dan shalihah.

Ibu, hari ini tepat sehari setelah saya mengumpulkan laporan PLP (Praktik Lapangan Persekolahan) dan delapan hari setelah saya melepas posisi sebagai guru magang di UPTD SMPN 1 Tanahmerah selama 1 bulan 20 hari. Banyak hal yang saya dapatkan, bolehkah saya memabaginya dengan ibu? Sosok pendidik yang menjadi inspirasi saya.

Pertama kali mengajar di sana, sama halnya dengan para pemula lainnya, saya takut, gugup dan memiliki beragam spekulasi dalam kepala saya. 

Bagaimana kalau mereka semua nakal? Bagaimana kalau mereka tidak mendengarkan saya? Bagaimana kalau saya tidak memiliki kecakapan untuk mendidik mereka? Tapi saya mengingat apa yang pernah ibu sampaikan, bahwa sesuatu yang dilakukan oleh hati akan sampai pada hati pula.

Saya mulai mengajar dan tentunya tidak semua siswa menerima saya. Apalagi, saya mendapatkan kelas yang notabene terdiri dari anak-anak hyperaktif yang susah sekali duduk diam.

Saya mencoba menggunakan segala metode, media dan strategi, berharap anak-anak di kelas itu berbaik hati menerima saya. Awalnya sulit sekali, apalagi saya harus terus berpacu untuk menyelesaikan KD dan indikator-indikator dalam RPP. Namun lama kelamaan, saya berhasil menemukan ritme dan momentum saya sendiri. 

Ibu, momentum itu tercipta ketika saya menerapkan cara ibu mengajar di kelas. Di tempat yang sesempit itu, dulu ibu masih menyempatkan diri untuk menatap kami satu per satu, sambil berjalan ke sana ke mari untuk menarik atensi kami sebagai mahasiswa.

Saya menerapkannya di kelas VIII. Membayangkan bahwa saya adalah ibu yang berusaha memahami karakter mereka, mencoba menghafal nama-nama mereka berdasarkan tempat duduk, model rambut, karakter hingga suara-suara yang mereka hasilkan. Dan, itu berhasil!

 
Salah satu surat yang saya tulis


Ketika mereka mengumpulkan tugas pertama kali, saya kembali menerapkan cara ibu dalam menilai, memberikan catatan kecil sebagai apresiasi terhadap kerja keras mereka dalam mengerjakan tugas. Mengirimkan secercah cinta melalui aksara dalam kertas.

Ibu, di hari penutupan masa praktik mengajar, saya menmeukan seorang siswa yang menangis dengan keras. Dengan mata membengkak, dia mendatangi saya, memeluk dan meminta saya untuk kembali mengajar mereka setelah lulus nanti. saya hanya bisa menangis terharu, sama sekali tidak menemukan kata-kata untuk mengungkapkan perasaan saya.

Ibu, saya juga mendapatkan secarik surat yang disampaikan malu-malu oleh seorang siswa. Dia tidak memberikan surat itu secara langsung, tetapi melalui temannya. Rupanya, ia malu dan tidak kuat jika harus memberikan surat itu pada saya secara langsung.

Terakhir, saya juga mendapatkan surat yang digunting hingga berbentuk hati dari seorang siswa laki-laki. Dia berkata dengan suara lirih, jangan lupakan saya ya, Bu Halwah. Saya kembali kehilangan suara saya. Rasa haru tiba-tiba saja menyelimuti dada saya.

Ibu, terima kasih sudah membaca surat ini. Saya berdoa, di manapun ibu berada, ibu selalu dalam lindungan Allah dan berada dalam kebaikan.

Salam saya, mahasiswamu nun jauh di Pulau Madura. 






  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Surat Cinta

Assalamualaikum…

Bagaimana kabar ibu?, saya boleh ‘kan memanggil anda dengan sebutan  ibu?

Saya salah satu mahasiswa ibu di semester empat ini, semester yang awalnya membuat saya jenuh setengah mati. Berpikir bahwa saya akan mengulangi hari-hari seperti semester sebelum-sebelumnya. Kontrak kuliah, analisis novel, metode pembelajaran, dll. Saya merasa jenuh…

Saya masih mengingat dengan jelas ketika pertama kali ibu masuk ke kelas, menebarkan senyum dan yang meneduhkan. Sebelumnya saya mulai menarik beberapa kesimpulan mengenai ibu yang sempat beredar di kalangan teman-teman sekelas, sebagian besar gossip berasal dari desas-desus anak-anak sebelah. 

Namun ketika ibu berdiri pertama kali di hadapan saya, tersenyum dan bertutur sapa. Saya tahu, saya keliru. Seharusnya saya tidak terlalu gegabah menilai ibu, maafkan kealpaan saya.

Selanjutnya, saya memiliki ketertarikan aneh dengan mata kuliah ibu. Tugas-tugas yang sebenarnya memberatkan entah mengapa mulai saya nikmati, apalagi ketika ibu membalas semua tugas-tugas kami dengan catatan yang ditulis sambil membayangkan tiap-tiap wajah kami yang berlelah-lelah diri ketika mengerjakan tugas. Pasti jauh lebih melelahkan. Namun saya mendaptkan diri saya sendiri justru menantikan tugas itu dikembalikan, lalu membaca catatan kecil ibu berulang-ulang.


“Sesuatu yang dikerjakan dengan hati, maka akan sampai pada hati juga”

Adalah kalimat yang hampir setiap pertemuan selama satu semester ini ibu sampaikan kepada kami, tanpa kenal lelah. Kalimat itu mulai menyugesti saya, memengaruhi pola pikir saya, mengubah beberapa hal dalam hidup saya. Meski tak besar, karena sejatinya perubahan memang berawal dari hal-hal kecil yang terus menerus dilakukan. Seperti yang penah ibu sampaikan, entah di pertemuan ke berapa.

Saya menyukai cara ibu mengajar. Jujur, hal itu mulai memunculkan kembali sesuatu yang selama ini tertanam dalam diri saya. Sesuatu yang pernah bersinar, sebelum kemudian redup dan padam. Sirna.
Beberapa tahun belakangan ini, saya mulai kehilangan tujuan mengapa saya memilih jurusan pendidikan. Mengapa saya mencentang dan bersusah payah mengikuti ujian SBMPTN jauh-jauh ke Kota Surabaya, menyisihkan ribuan pendaftar lain. Saya kehilangan euforia itu, kehilangan alasan-alasan mengapa saya harus berada di kampus ini dan membaca teori-teori.

Dulu sekali, ketika saya masih SD, setiap kali saya mendapatkan pertanyaan tentang CITA-CITA, saya akan dengan lantang dan bangga menjawab; Menjadi Guru. Polos sekali, penuh imajinasi dan sangat murni.

Kini, saya merasa tersesat. Saya tidak tahu saya keliru berbelok di sebelah mana, namun tiba-tiba saja saya sudah kehilangan arah mata angin dan keluar jalur dari peta konsep yang sebelumnya saya buat. Saya berusaha menemukan jalan untuk kembali pada masa-masa ketika saya masih semangat membaca agar kelak dapat menjadi guru yang baik.

Namun, saya semakin tersesat dan tersungkur ke dalam jurang. Ketika saya mlihat dosen-dosen, guru-guru saya sebelumnya yang hanya masuk ke kelas untuk sekadar mengajarkan teori dan menuntaskan RPP. Saya tahu, bahwa sejak saat itu saya mulai berada di jalan yang salah.
Dan imbasnya, saya kehilangan kepercayaan kepada diri saya sendiri, juga pada orang-orang dewasa di sekitar saya.

Mungkin ibu tidak menyadari, namun ketika pertama kali ibu masuk ke kelas, saya yang sedang duduk di pojokan memandang ibu dengan sinis. Menganggap bahwa ibu sama saja dengan orang-orang dewasa yang selama ini saya temui setiap hari. Tanpa saya menyadari bahwa setiap orang (sekalipun ia sudah dewasa) pada dasarnya memiliki karakter yang berbeda-beda.
Maafkan kekhilafan saya ya bu.

Saya mulai merubah persepsi saya akan dunia orang dewasa sejak saya bertemu ibu. Dengan penuh senyum dan telaten ibu mendidik saya dan teman-teman sekelas dengan cara yang berbeda.
Dan itu menyentuh saya.

Menghidupkan kembali sesuatu yang dulu pernah bersinar dengan terang dalam dunia kecil saya, sebelum kemudian redup dan padam diterpa oleh realita. 

Terima kasih ibu, nasehat-nasehat ibu masih terngiang hingga kini, dan semoga hingga saya menjadi guru sehebat ibu yang tanpa lelah menginspirasi muridnya untuk menjadi lebih baik melalui tugas-tigas, kisah-kisah, bahkan sekadar tayangan video yang menjadi intermezzo setiap selesai perkuliahan. Oh ya, saya menyimpan dan membaca berulang kali catatan-catatan kecil ibu di setiap tugas peta konsep, sekadar menjadi penyambung semangat untuk terus melangkah.

Terima kasih ibu, sudah menjadi oase dalam gersangnya jalan kehidupan saya.

Terima kasih ibu, sudah menjadi setitik cahaya yang menjadi pengantar pada jiwa yang tersesat ini untuk menemukan jalan pulang, lalu melanjutkan kembali perjalanan sebelumnya yang tertunda.

Terima kasih ibu, sudah membuat saya jatuh cinta kembali pada cita-cita kecil saya.

Saya jatuh cinta.

(PS: Terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca surat cinta yang childish, chessy dan norak ini. Semoga ibu tetap menjadi inspirasi bagi semua murid-murid ibu)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Review Novel In a Blue Moon karya Ilana Tan




Novel In a Blue Moon karya Ilana Tan
            
             In a Blue Moon adalah salah satu karya Ilana Tan yang merupakan favorit saya selain dari serial empat musim. Novel ini hadir pada tahun 2015 dengan bahasa yang ringan dan penuh makna, khas dari Ilana Tan.

            Hampir sama dengan novel-novel bestseller lain karya Ilana Tan yang memuat kisah cinta romantis, novel In a Blue Moon-pun juga demikian. Berlatar kota New York, Ilana Tan sukses membawa saya berkelana dan merasakan atmosfer seolah-olah saya berada di kota itu, serta menjadi bagian dari cerita dalam buku setebal 317 halaman tersebut.

            In a Blue Moon bercerita mengenai kisah cinta romantis antara Shopie Wilson dengan Lucas Ford. Semuanya berawal dari pertemanan antara Kakek Shopie, Thomas Wilson dan Kakek Lucas, Gordon Ford yang kemudian berlanjut pada kegitan menjodohkan cucu-cucu mereka. Tentu saja Shopie menolak, selain karena ia tidak menyukai Lucas yang merupakan mantan teman semasa Senior High School-nya, Shopie juga membenci Lucas yang merupakan dalang dari semua kejadian buruk yang menimpanya semasa ia di Senior High School.

            Cerita kemudian berlanjut pada perjuangan Lucas untuk mendapatkan permintaan maaf dari Shopie atas peristiwa di masa lalu. Lucas melakukan segala cara untuk dapat berdekatan kembali dengan Shopie, termasuk mencari tiket konser terbatas dari sebuah pertunjukan langka di Broadway. Yup, Shopie sangat menyukai musik klasik meskipun menurut pengakuannya ia sama sekali tidak bisa menyanyikan ataupun membawakan musik tersebut. Ia hanya menyukai alunan nada dari musik itu.
            Di sisi lain, seorang model cantik bernama Miranda Young yang juga merupakan teman Lucas mulai merasa iri pada kedekatan Lucas dan Shopie. Miranda yang selalu menjadi nomor satu dan mendapatkan perhatian, terpaksa harus menyusun beragam strategi agar Lucas—yang merupakan salah satu target incarannya—tetap bersamanya. Miranda bahkan berbohong memiliki sebuah proyek hanya agar dirinya dapat merayakan malam pergantian tahun bersama Lucas.

            Ada juga tokoh lain yang tak kalah penting, seorang lelaki tampan bernama Adrian Graves yang juga merupakan mantan pacar Shopie. Adrian kembali muncul ketika kedekatan Shopie dan Lucas mulai menuju ke arah yang lebih baik, dan hal tersebut membuat Shopie kembali goyah. Shopie merasa masih memiliki setitik rasa pada Adrian, apalagi Adrian dengan terus terang mengaku bahwa dirinya masih menyukai Shopie.

            Tokoh-tokoh lain yang bermunculan dalam novel ini yang juga sebagai pemanis pada jalan ceritanya adalah sahabat Shopie bernama Nicholas Li. Nic adalah seorang gay sekaligus pengusaha restoran, meskipun restorannya tidak seterkenal Ramses, restoran milik Lucas. Terdapat juga dua tokoh kakak Shopie yang overprotective bernama Tyler dan Spencer, serta kedua kakek yang menjadi awal dari dimulainya kisah ini, Gordon Ford dan Thomas Wilson.

            Seperti hampir semua buku-buku karya Ilana Tan yang seolah berkaitan antara satu sama lain. Buku ini-pun juga berkaitan dengan buku karya Ilana Tan yang lain, yaitu Shunsine Becomes You yang sudah hadir lebih dulu. Meskipun tidak berkaitan secara jalan cerita, namun setting tempat yang paling penting dan menjadi pusat dari kehidupan kedua tokoh utama, Lucas dan Shopie disebutkan dalam novel itu, yaitu Ramses dan A Piece of Cake.

Yup, Ramses adalah sebuah restoran terkenal di New York yang hanya untuk dapat makan malam di tempat tersebut, para pengunjung harus jauh-jauh hari melakukan reservasi jika keinginannya tidak ingin ditolak. Sedangkan, A Piece of Cake merupakan sebuah toko kecil yang juga tidak kalah terkenal dengan tartlet-nya. A Piece of Cake merupakan toko impian milik Shopie sejak ia kecil. Kedua tokoh utama dalam novel ini sama-sama merupakan juru masak dari kedua tempat tersebut.

Lepas dari jalan ceritanya yang indah dan romantis, saya selalu menyukai karya Ilana Tan dan selalu menunggu-nunggu kapan tepatnya novelis ini akan menerbitkan buku lainnya. Selain menggunakan bahasa yang indah, novel-novel karya penulis ini selalu mampu menghadirkan sebuah hal asing yang selama ini belum pernah saya kenal, dan melalui novelnya saya memahami dunia lain selain dunia saya. Dalam novel ini, dunia lain tersebut adalah dunia musik klasik. Saya bahkan tahu mengenai hal-hal aneh seperti Lock Willow. Daddy-Long-Legs yang merupakan sebuah lagu dalam musik klasik, serta River Cooper dan Charlie G yang merupakan aktor musikal. Meskipun tidak begitu paham, namun saya menikmati pengetahuan tersebut.

Beralih dari isi cerita dari novel In a Blue Moon ini, saya juga sangat menyukai tampilan cover yang dikemas dalam warna biru bercampur dengan ungu. Kombinasi warna yang manis sesuai dengan pilihan tema yang diusungnya, serta ilustrasi dari toko A Piece of Cake milik Shopie Wilson, ditambah dengan penanda setiap halaman dan bab baru yang juga merupakan ilustrasi dari tartlet yang dibuat oleh Shopie dalam toko tersebut. Memunculkan sebuah kesan tersendiri yang waktu itu membuat saya tidak tahan untuk segera membeli dan menjadikannya salah satu dari novel kesayangan saya.

Selain dari cover serta isi dari bukunya, hal yang selalu saya nanti-nantikan dari buku karya Ilana Tan adalah keseluruhan isi cerita yang memiliki sebuah pesan di dalamnya. Tentu saja pesan tersebut tidak disampaikan secara gamblang oleh penulis, tetapi melalui interaksi, kegiatan serta dialog para tokoh yang membuat pesan tersebut justru terasa nyata untuk dihayati. Seperti, Lucas yang dengan gentlemen berusaha meminta maaf pada Shopie, Shopie yang selalu merasa kurang sempurna dan berpura-pura sempurna, kedua tokoh utama yang sempat kehilangan kepercayaan pada tujuannya dan akhirnya keduanya justru dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa People Changes. Yup, semua manusia berubah. Jadi, tidak seharusnya kita menilai seseorang hari ini sama seperti mereka delapan tahun lalu.

Ada sebuah kalimat yang menjadi favorit saya dan menurut saya juga mewakili keseluruhan isi cerita dari novel In a Blue Moon ini, yaitu:

“Apakah kau tahu, hanya ada garis tipis yang memisahkan perasaan benci dan cinta?”

Seperti garis tipis dari perubahan sikap setiap orang, seperti garis tipis dari perasaan benci dan cinta seseorang. Pada akhirnya, kamu hanya perlu merobek garis tipis itu untuk masuk pada perasaan yang lain. Kamu juga bisa mencampurnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS